# KISAH PERTAMA #
Beberapa tahun yang lalu saya bertemu seorang teman lama bermain tenis.
Lama tidak berjumpa, dia bertanya: “Bagaimana bu, masih main tenis?”
– Saya jawab dengan bersemangat: “Masih donk….tenis adalah olahraga kesukaan saya.”
– Tanyanya lagi: “Main dengan siapa saja?”
Saya sebutkan beberapa pelatih sebagai lawan main.
– Jawabnya: “Wah, kalau main lawan pelatih terus sih pasti menangan saja, kan bolanya selalu dikasih, mana bisa maju???”
Saya hanya tersenyum saja, karena malas berdebat. Ia tidak mengerti kalau saya main tidak untuk menang, tapi betul-betul harus keluar keringat, untuk melawan otot-otot tubuh yang cenderung kaku, dan melatih daya tahan tubuh saya supaya tidak semakin menurun. Karena saya suka piknik dengan berjalan yang jaraknya berkilo-kilo meter, naik dan turun gunung (bukit).
Saya melihat bahwa pendapatnya hanya merupakan settingan mindsetnya saja, tetapi sama sekali bukan kenyataan.
# KISAH KEDUA #
Tadi pagi, waktu saya bermain lawan pelatih juga, seorang teman yang sudah lama berusaha menarik saya masuk ke grup mereka, menawarkan lagi untuk bergabung. Sebenarnya bukan hanya dia, tetapi teman-teman lainnya juga menawarkan berkali-kali.
Saya pernah masuk, tetapi kemudian keluar lagi, karena di grup saya tidak mendapatkan apa yang saya butuhkan. Saya butuh latihan yang benar-benar serius, tidak asal main, selain itu, jika main bersama-sama teman, saya merasa merepotkan mereka jika mainnya tidak bagus.
Sebut saja namanya Bu Yuli.
– Bu Yuli: “Bu Hera, ayoooo gabung lagi dengan teman-teman di grup?”
– Saya: “Makasih, bu Yuli. Saya lebih nyaman main sendiri dengan pelatih yang saya bayar sendiri. Mau mainnya bagus atau jelek, saya tidak menyusahkan orang lain.”
– Bu Yuli: “Bu Hera, siapa yang bilang seperti itu (merepotkan mereka)? Biar seratus orang belum tentu ada satu yang bicara seperti itu.”
PLAK !!! Saya merasa muka saya ditampar. Saya segera sadar, orang lain belum tentu berpikir seperti yang saya pikirkan. Itu kan hanya pendapat (pandangan) saya saja. Lagi-lagi terlalu subyektif!! Saya merasa malu dan minta maaf.
– Saya: “Makasih, Bu. Nanti saya pikirkan lagi ya…”
Dari kedua kisah di atas, jelas sekali bahwa pendapat (penilaian) seseorang sebelum menjelaskan tentang topiknya, maka yang pertama-tama adalah lebih menjelaskan keberadaan dirinya sendiri dari pada topiknya, malah kadang jauh sekali dengan kenyataan.
# PEMBELAJARANNYA:
1. Berhati-hatilah dalam memberikan suatu statement, pertimbangkanlah berkali-kali baik buruknya dampaknya dan apa feedback yang bakal kita terima.
2. Dalam bergaul, kita bisa “membaca” sesuatu yang tidak terucapkan secara eksak, tetapi mewakili keseluruhan mindset (pola pikir, perspektif, kepribadian, inteligensia), tetapi yang terlebih penting adalah “membaca” karakter dan values (nilai kehidupan) orang yang bersangkutan, supaya kita mengerti dan tidak terjebak dalam situasi yang tidak diinginkan.
(HH)
This post is also available in: English
Facebook Comments
Default Comments